Demokrasi parlementer didasari oleh beberapa teori dan prinsip dasar, yang berasal dari pemikiran politik klasik dan perkembangan konsep demokrasi modern. Berikut beberapa teori utama yang mendasari demokrasi parlementer:
1. Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berasal dari rakyat. Dalam demokrasi parlementer, konsep ini diwujudkan melalui pemilihan umum, di mana rakyat memilih wakil-wakil mereka di parlemen untuk menjalankan pemerintahan. Dengan demikian, parlemen adalah representasi dari kedaulatan rakyat, yang bertanggung jawab untuk membuat keputusan atas nama mereka.
2. Teori Perwakilan (Representasi)
  Demokrasi parlementer juga didasari oleh teori perwakilan, yang dikembangkan oleh pemikir seperti John Locke dan Montesquieu. Teori ini berpendapat bahwa karena rakyat tidak dapat terlibat langsung dalam setiap proses pengambilan keputusan, mereka memilih wakil yang dapat bertindak atas nama mereka. Wakil-wakil ini, yang duduk di parlemen, bertanggung jawab untuk menyalurkan aspirasi dan melindungi kepentingan rakyat.
3. Teori Pemisahan Kekuasaan
Dalam demokrasi parlementer, konsep pemisahan kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) diadaptasi dengan cara yang berbeda dari sistem presidensial. Pemisahan kekuasaan tetap ada, tetapi eksekutif dan legislatif lebih saling terkait. Teori ini, yang diperkenalkan oleh Montesquieu, bertujuan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dan memastikan adanya sistem checks and balances.
4. Teori Tanggung Jawab Pemerintah kepada Parlemen
Demokrasi parlementer mengadopsi prinsip bahwa pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen, yang merupakan perwakilan rakyat. Jika pemerintah kehilangan dukungan mayoritas di parlemen, misalnya melalui mosi tidak percaya, maka pemerintah harus mundur atau diadakan pemilu baru. Prinsip ini muncul dari pemikiran politik tentang pentingnya akuntabilitas dalam pemerintahan, terutama dalam pandangan para filsuf seperti Rousseau yang menekankan pentingnya kontrak sosial.
5. Teori Pemerintahan Mayoritas
Dalam demokrasi parlementer, pemerintahan mayoritas adalah prinsip penting. Teori ini menyatakan bahwa keputusan politik sebaiknya diambil oleh kelompok mayoritas di parlemen. Namun, hak-hak minoritas tetap dihormati, sehingga setiap keputusan tetap mencerminkan kepentingan yang lebih luas dari masyarakat. John Stuart Mill adalah salah satu pemikir yang mendukung prinsip ini dengan pandangannya tentang harmoni antara hak individu dan kebutuhan kolektif.
6. Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial dari filsuf seperti Jean-Jacques Rousseau berpendapat bahwa pemerintahan dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama dari anggota masyarakat. Dalam konteks demokrasi parlementer, kontrak sosial ini diwujudkan melalui perjanjian tidak langsung antara rakyat dan wakil-wakil mereka di parlemen, di mana parlemen bertugas untuk menjalankan kehendak umum sesuai dengan mandat rakyat.
Kesimpulan Teori Prinsip Demokrasi Parlementer
Teori-teori ini bekerja sama untuk membentuk demokrasi parlementer sebagai sistem yang menjunjung tinggi perwakilan, akuntabilitas, dan kepentingan mayoritas dengan tetap menghormati hak-hak minoritas. Konsep-konsep ini memungkinkan sistem parlementer menjadi fleksibel dan responsif terhadap perubahan, menjadikannya pilihan yang efektif dalam menjalankan pemerintahan demokratis di banyak negara.